Monday

Contoh Soal Essay Ujian Apoteker dan Jawaban Edisi 129

Contoh Soal Essay Ujian Ahi Farmasi dan Jawaban Edisi 129


Dibawah ini merupakan contoh soal Uji Kompetensi (UKOM) Farmasi / UKAI Edisi Ke 129 Beserta Kunci Jawabannya lengkap


Contoh Soal Essay Ujian Apoteker dan Jawaban Edisi 129

Hai sahabat ukomfarmasi.blogspot.com semuaya, bertemu kembali dengan kami ya, ini adalah edisi 129 khusus membahas tentang 1 buah soal kasus Farmasi yang ditangani oleh seorang Ahli Apoteker, selamat belajar


Soal Kasus
Bp SMS (60 tahun) pensiunan karyawan pabrik semen, diantar keluarganya ke RS dengan keluhan sesak nafas 4 hari yang lalu. Beberapa minggu lalu dia pernah mengalami sesak nafas, tapi dapat terkontrol dengan Combivent inhaler. Namun 4 hari terakhir ini, gangguan sesak nafasnya meningkat sehingga sering menggunakan Combivent dibanding biasanya, dan disertai batuk-batuk pada malam hari. Batuknya berdahak diserti dahak kental berwarna hijau kekuningan.Badannya demam.

Riwayat penyakit sebelumnya:
Bp SMS didiagnosis PPOK 3 tahun yang lalu. Dia juga punya penyakit arthritis sejak 2 tahun yang lalu, yang diobati dengan cataflam 50 mg BID secar rutin. Gangguan sendinya cukup menyulitkan koordinasi tangannya ketika menggunakan inhaler.Ia juga tidak begitu patuh menggunakn Combivent inhalernya karena katanya hal itu menyebabkan pandangan matanya kabur.

Riwayat sosial: Merokok sejak 18 tahun, 1 pak sehari Sejak 3 tahun lalu sudah banyak Berkurang tapi masih tetep merokok.

Diagnosis: dari berbagai pemeriksan dan test fungsi paru, Bp SMS didiagnosis eksaserbasi akut PPOK (derajat 3).




Pertanyaan
  1. Bagaimana tata laksana terapi;
  2. Pilihan obat;
  3. Alasan pemilihan Obat; Regimen terapi;
  4. Terapi non-frmakologi;
  5. Pemantauan apa yang perlu dilakukan dan informasi yang perlu diberikan mengenai penggunan obat?

Jawab :

  1. Terapi Farmakologis yang diberikan yaitu :
    1. Combivent: mengandung Ipatoprium Bromida dan Salbutamol.
    2. Cataflam: Kalium dikofenak.

    Tata laksana terapi Terapi non farmakologis

    • Diawali dengan assesment dan pemantauan penyakit pasien yang meliputi: Bagaimana paparan terhadap faktor resiko, termasuk intensitas dan durasinya. Seperti apa riwayat kesehatannya, seperti asma, alergi, sinusitis, polip hidung, infeksi saluran pernafasan, atau penyakit paru lainnya. Apakah ada riwayat keluarga PPOK dan penyakit paru kronis lainnya. Seperti apa pola perkembangan gejalanya. Seperti apa riwayat eksaserbasi atau perawatan RS sebelumnya. Dan bagaimana cara menggunakan obat sebelumnya. Apapakah ada penyakit penyerta seperti jantung atau rematik yang memungkinkan mempengaruhi aktivitasnya.
    • Mengurangi faktor resiko (berarti mau tidak mau harus berhenti merokok).
    • Rehabilitasi paru-paru secara komprehensif termasuk fisioterapi, latihan pernafasan, latihan relaksasi, perkusi dada dan drainase postural, mengoptimalkan perawatan medis, mendukung secara psikosis dan memberikan edukasi kesehatan.
    • Hidrasi secukupnya (minum air yang cukup: 8 – 10 gelas sehari). Menghindari susu sebab dapat menyebabkan sekresi bronkus meningkat.
    • Nutrisi yang tepat, yaitu diet kaya protein dan mencegah makanan berat menjelang tidur. Terapi Farmakologi Karena pasien didiagnosa PPOK derajat 3, maka pemberian obat yang digunakan adalah kortikosteroid dan bronkodilator. Selain itu, direkomendasikan pula untuk pemberian antibiotik karena ada infeksi bakteri yang ditandai dengan batuk berdahak diserti dahak kental berwarna hijau kekuningan dan badannya demam. Pada pasien dengan PPOK stage 3 terapi farmakologi dengan satu atau lebih bronkodilator aksi panjang dan tambahkan inhalasi kortikosteroid dengan sistem STEP-WISE THERAPHY. Pada pasien, antibiotik juga perlu direkomendasikan karena ada gejala infeksi. Penggantian bronkodilator ke teofilin tidak bisa dilakukan begitu saja. Harus dipastikan mengapa bronkodilator tidak efektif. Apakah karena cara penggunaan atau karena memang sudah tidak efektif.... dari kasus, bronkodilator kurang efektif karena pasien tidak patuh dan tidak benar bagaimana cara penggunaan obatnya...(perlu konselingkan akan pentingnya kepatuhan dan pemakaian yang benar. Bila pasien tetap sukar maka dapat ditambahkan terapi dengan metilxantin seperti teofilin dan aminofilin. Namun pemakaian metilxantin secara tunggal tidak terbukti efektif sehingga tetap lebih baik bila dikombinasikan dengan bronkodilator yang lain seperti β2 agonis yaitu salmeterol atau salbutamol).

  2. Alasan pemilihan obat Kortikosteroid mempunyai mekanisme kerja sebagai antiinflamasi dan mempunyai keuntungan pada penanganan PPOK: yaitu mereduksi permeabilitas kapiler untuk mengurangi mukus, menghambat pelepasan enzim proteolitik dari leukosit dan menghambat prostaglandin. Penggunaan bronkodilator yaitu teofilin karena penggunaan ipatoprium dan inhaled beta- 2 agnoist tidak memberikan respon klinik yang optimal. Dengan toefilin sustained-release dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan mencapai kadar serum yang lebih konsisten. Antibiotik perlu diberikan pada paling tidak dua atau tiga gejala yang menyertai, seperti: meningkatnya dyspnea, meningkatnya volume sputum, dan peningkatan purulensi sputum. Pemberian antibiotik karena pada pasien PPOK severe biasanya terjadi komplikasi berupa infeksi pernafasan (terutama ISPA) apalagi pasien juga menunjukkan terjadinya infeksi.

  3. Regiment terapi Digunakan glukokortikoid yang aksi cepat/aksi menengah dosis efektif serendah mungkin (Prednisolon 7,5 mg per hari). Dosis seharusnya diberikan sekali tiap hari di pagi hari untuk me-mimic variasi diurnal normal dari sekresi kortisol endogen. Untuk terapi pemeliharaan, teofilin digunakan dengan dosis awal 200 mg 2 x sehari dan dititrasi meningkat dalam 3 – 5 hari, sampai dicapai dosis lazimnya antara 400 – 900 mg sehari. Terapi antibiotik dimulai dalam 24 jam setelah gejala terlihat untuk mencegah percepatan penurunan fungsi paru-paru karena iritasi dan sumbatan mukus karena adanya proses infeksi. Pemberian antibiotik selam 7 – 10 hari. Perlu dicek juga patogen penyebab yang mungkin menginfeksi dengan tes sputum. Kalo dilihat dari karakteristik pasien sih, kayaknya cocok kalo dikasi co-amoxiclav. Untuk pasien PPOK dengan risk factors dengan poor outcome maka guideline merekomendasikan penggunaan regimen antibiotik broad spectrum seperti kombinasi inhibitor β-lactam (contoh: amoksiklav), kuinolon atau sefalosforin generasi 2 atau 3.

  4. Evaluasi dan pemantauan Terapi Pada PPOK stabil kronis, perlu dilakukan tes fungsi paru secara periodik untuk mengetahui pengaruh perubahan terapi atau penghentian suatu terapi. Selain itu, juga dipantau skor dispneu, kualitas hidup, frekuensi eksaserbasi. Sedangkan untuk eksaserabasi akut, perlu dilakukan evaluasi terhadap hitung leukosit, tanda vital, rontgen dada, dan perubahan dalam frekuensi dispneu, volume sputum, dan purulensi sputum selama terapi eksaserbasi berlangsung. Pada eksaserbasi yang lebih berat, analisa saturasi oksigen dan gas darah harus dilakukan.

  5. Informasi yang perlu diberikan mengenai obatnya Obat harus diminum secara teratur. Untuk yang antibiotik, minumnya harus sampai habis. Untuk obat bentuk sustain release, tidak boleh digerus atau dibelah, minumnya langsung ditelan saat perut kosong (1 jam sebelum makan).



Sumber Kumpulan Soal UKAI Lengkap

Baiklah teman-teman sahabat ukomfarmasi.blogspot.com semuanya, mungkin cukup sekian dulu pertemuan kita kali ini. Semoga artikel kami dengan judul Contoh Soal Essay Ujian Apoteker dan Jawaban Edisi 129 dapat berguna dan juga membatu teman-teman semua dalam proses belajar mengajar dan berlatih Uji Kompetensi maupun Latihan Soal Kredensial Apoteker dan Rekrutmen Tenaga Apoteker di Instansi Kesehatan seperti Rumah Sakit. Terimakasih atas kunjungannya, sampai jumpa lagi ya sahabat ukomfarmasi.blogspot.com semuanya.